AniEvo ID – Berita Kali ini gue bakal Review salah satu Movie yang sedang tayang di Bisokop indoensia dengan film yang nggak cuma cantik secara visual tapi juga ngajak lo buat mikir lebih dalam soal makna hidup, emosi, dan perspektif unik tentang dunia? Nah, Kimi no Iru (The Colours Within) adalah salah satu karya yang menawarkan pengalaman itu.
Disutradarai oleh Naoko Yamada, yang terkenal lewat karyanya seperti A Silent Voice dan Liz and the Blue Bird, film ini hadir dengan pendekatan yang beda banget dibandingkan karya lainnya. Yamada berhasil menciptakan sebuah dunia yang nggak cuma menghibur, tapi juga bikin lo terpesona oleh cara pandang karakter utamanya.
Bukan Sekadar Film, Tapi Sebuah Pengalaman Baru
Film ini fokus pada sudut pandang Totsuko, seorang gadis yang punya kemampuan unik: dia bisa melihat orang-orang tertentu melalui warna spesifik yang mewakili emosi dan sifat mereka. Tapi, jangan harap ada drama besar-besaran atau plot klise kayak penyelamatan dunia. The Colours Within lebih memilih untuk mengeksplorasi sisi emosional dan introspektif dari kehidupan sehari-hari, dengan alur yang tenang tapi penuh makna.
Visualnya? Goks parah, bro! Warna pastel yang digunakan bikin setiap adegan terasa adem, tapi tetap menyentuh. Misalnya, latar belakang dengan pencahayaan natural yang kontras sama perspektif warna Totsuko bikin film ini punya nuansa unik yang jarang ada di karya lain.
Cerita yang Nggak Biasa
Plot film ini memang beda dari kebanyakan anime. Bukannya ngasih lo tujuan cerita yang jelas, film ini lebih kayak ngajak lo jalan-jalan di pikiran karakter utamanya. Di pertengahan film, mungkin lo bakal nanya, “Mau ke mana nih ceritanya?” Tapi, di situlah letak keindahannya. Film ini nggak berusaha memberikan jawaban langsung, tapi malah bikin lo merenung beberapa hari setelah menontonnya. Ibaratnya, film ini kayak warna-warna lembut yang pelan-pelan ngeblend di hati lo.
Teknik Sinematografi yang Unik
Naoko Yamada jelas-jelas menonjolkan keahliannya di sini. Setiap shot punya makna. Dari adegan still life, establishing shots, sampai penggunaan proxemics (jarak antar karakter), semuanya nggak cuma untuk estetika, tapi juga buat nyampein emosi yang lebih dalam. Warna di film ini bisa dibilang kayak karakter tambahan, karena tiap warna punya mood dan emosi sendiri.
Perpaduan Humor dan Kedalaman
Meski punya elemen introspektif yang kuat, film ini tetap bisa bikin lo senyum lewat momen-momen kecil yang penuh humor. Tapi di sisi lain, nilai emosionalnya juga nggak main-main. Film ini menggambarkan bagaimana masa remaja adalah perjalanan untuk menemukan diri sendiri sambil mencoba memahami nilai-nilai orang lain.
Kesimpulan: Karya yang Sulit Ditiru
The Colours Within nggak cuma soal visual atau alur cerita. Ini adalah perpaduan unik dari narasi, sinematografi, dan karakterisasi yang bikin lo nggak bisa membandingkan film ini sama yang lain. Film ini mengajarkan bahwa apa yang nggak diucapkan seringkali lebih kuat daripada apa yang dikatakan. Kalau lo suka film dengan nuansa seni yang chill dan penuh makna, ini wajib banget masuk watchlist lo.
The Colours Within” adalah cerita tentang persahabatan, cinta, dan perjalanan untuk menemukan diri sendiri. Sebuah kisah yang dipenuhi warna-warna kehidupan, baik yang terang maupun yang lembut, yang akan menyentuh hati siapa pun yang menikmatinya. Nggak cuma nonton, lo bakal ngerasain dan mikir lebih dalam setelahnya. The Colours Within bukan cuma film, tapi perjalanan emosional yang nggak bakal lo lupain.”
Sinopsis Kimi no Iru
Totsuko adalah siswi SMA yang nggak seperti kebanyakan orang. Dia punya kemampuan unik buat melihat “warna” dari emosi orang lain. Warna yang menggambarkan kebahagiaan, ketenangan, bahkan rasa suka. Tapi, ada satu warna yang paling dia hargai: warna favoritnya, warna yang hanya dia lihat di seorang teman sekolahnya, Kimi. Bagi Totsuko, Kimi memancarkan warna paling indah yang pernah dia lihat.
Meskipun Totsuko sendiri nggak bermain alat musik, dia memutuskan untuk membentuk sebuah band bersama Kimi dan Rui, seorang penggemar musik pendiam yang mereka temui di sebuah toko buku bekas di sudut kota. Ketiganya mulai berlatih di sebuah gereja tua yang terletak di pulau terpencil. Di sana, musik menjadi pengikat yang mempererat persahabatan mereka dan menyalakan percikan afeksi di antara mereka.
Seiring waktu, perjalanan musikal mereka bukan cuma soal menciptakan harmoni melalui lagu-lagu yang mereka mainkan. Lebih dari itu, mereka saling belajar memahami satu sama lain, menemukan kedalaman emosi yang tersembunyi, dan mengungkap arti dari “warna sejati” mereka. Akankah musik menjadi jembatan bagi mereka untuk menemukan siapa diri mereka sebenarnya? Dan apakah Totsuko akan mengungkap arti dari warna favoritnya yang begitu spesial?