AniEvo ID – Berita kali ini gue ambil dari langkah tegas yang diambil oleh Jepang untuk melawan dominasi raksasa teknologi AS, Google dan Apple. Pemerintah Jepang lewat Komisi Perdagangan Adil (JFTC) baru aja ngeluncurin rancangan pedoman terbaru sebagai bagian dari undang-undang yang ditujukan buat membatasi praktik monopoli kedua perusahaan tersebut. Tujuannya jelas: biar toko aplikasi dan sistem operasi milik Google (Play Store) dan Apple (App Store) gak bisa seenaknya blokir atau hambat pesaing mereka, terutama dari perusahaan kecil atau pihak ketiga.
Aturan Baru Buat Dorong Persaingan Sehat

Undang-undang ini bakal mulai berlaku penuh bulan Desember mendatang. Dalam aturan ini, JFTC menekankan bahwa Google dan Apple dilarang:
- Memblokir atau menghambat masuknya toko aplikasi pihak ketiga ke dalam perangkat mereka.
- Memanfaatkan data pengguna dari toko aplikasi atau sistem operasi untuk keuntungan layanan internal mereka sendiri.
- Melakukan penyaringan tidak adil terhadap aplikasi , terutama saat developer ingin beralih dari satu toko aplikasi ke toko lainnya.
Langkah ini merupakan upaya untuk mengakhiri dominasi dua perusahaan itu di pasar distribusi aplikasi, yang selama ini dianggap memberatkan pengembang kecil dan startup.
Selain itu, Jepang juga menyoroti isu “self-preferencing“, yaitu praktik di mana platform besar seperti Apple dan Google memberikan perlakuan istimewa pada produk dan layanan mereka sendiri dibandingkan kompetitor. Contohnya, App Store bisa saja memperlambat proses review aplikasi dari layanan streaming pihak ketiga sementara layanan Apple TV bisa masuk lebih cepat tanpa hambatan.
Gak Larang Pengawasan Keamanan

Meski begitu, undang-undang ini gak melarang Google dan Apple melakukan proses verifikasi aplikasi. Mereka tetap boleh melakukan pengecekan lebih lanjut terhadap aplikasi jika tujuannya adalah:
- Memastikan keamanan siber
- Mencegah konten berbahaya atau promosi kekerasan
Intinya, pemeriksaan masih diperbolehkan selama dilakukan secara objektif dan transparan, tanpa ada niat untuk mengeliminasi kompetitor.
Apa yang Diharapkan dari Aturan Ini?
Komisi berharap dengan adanya regulasi ini, persaingan di sektor perangkat lunak smartphone akan semakin sehat. Konsumen pun bakal diuntungkan karena:
- Harga layanan dan aplikasi bisa lebih murah
- Lebih banyak opsi aplikasi dan platform alternatif
- Developer lokal dan startup memiliki kesempatan yang lebih besar untuk berkembang
Selain itu, JFTC juga sudah membentuk unit khusus pada April lalu untuk fokus mengawasi perusahaan-perusahaan teknologi besar. Mereka juga menambah jumlah ahli TI dari sektor swasta, sehingga tim menjadi tiga kali lebih besar, dari sekitar 20 orang menjadi 60 orang.
Unit ini bertugas buat menyelidiki potensi pelanggaran aturan, mengevaluasi kebijakan bisnis raksasa teknologi, serta menjamin penerapan UU berjalan lancar tanpa diskriminasi.
Masih Butuh Masukan Publik
Sebelum resmi diterapkan, rancangan pedoman ini masih dibuka untuk masukan publik sampai 13 Juni 2025 . Setelah itu, JFTC akan finalisasi pedoman pada akhir Juli.
Ini bukan pertama kalinya Jepang menyoroti masalah ini. Sebelumnya, pemerintah juga udah menyoroti praktik bisnis Google dan Apple yang dinilai kurang adil terhadap pengembang kecil. Tapi dengan adanya UU ini, eksekusi diharapkan lebih cepat dan efektif dibandingkan pakai aturan antimonopoli konvensional.
Konteks Global & Reaksi Industri

Langkah Jepang ini sejalan dengan tren global di mana negara-negara maju mulai memperketat regulasi terhadap perusahaan teknologi besar. Uni Eropa juga sedang mendorong Digital Markets Act (DMA), sementara Amerika Serikat tengah membahas reformasi antitrust.
Kalau berhasil, Jepang bisa jadi salah satu negara Asia pertama yang sukses menciptakan ekosistem digital yang lebih adil dan inovatif — bukan cuma buat perusahaan besar, tapi juga buat para developer muda dan startup lokal.
Penutup
Langkah Jepang kali ini jadi salah satu contoh nyata negara maju yang berani melawan dominasi perusahaan teknologi global. Bukan cuma bicara soal keamanan data atau privasi, tapi juga soal keadilan pasar digital.
Kalau berhasil, ini bisa jadi awal dari ekosistem aplikasi yang lebih inklusif dan inovatif — bukan cuma buat perusahaan besar, tapi juga buat para developer muda dan startup lokal.