AniEvo ID – Jadi gini bro, di Jepang, negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia, kini tengah menghadapi masalah serius yang mengancam stabilitas sektor bisnisnya—kekurangan tenaga kerja. Bayangin, ada 163 perusahaan yang bangkrut di paruh pertama tahun fiskal 2024 cuma karena mereka kekurangan tenaga kerja. Menurut survei dari Teikoku Databank Ltd., angka ini jadi rekor tertinggi sejak survei ini mulai dilakukan tahun 2013. Dan lo tau gak? Ini juga jadi tahun kedua berturut-turut jumlah kebangkrutan gara-gara masalah tenaga kerja naik tajam!
Kenapa bisa gitu? Banyak faktor, sih. Salah satunya, tingginya angka pergantian karyawan dan susahnya perusahaan buat rekrut orang baru. Ini gak cuma sekadar angka, bro. Di balik statistik ini, ada cerita tentang perusahaan kecil yang struggling banget buat survive.
Sektor yang Paling Kena Dampak

Kalau lo penasaran, sektor yang paling kena hantam itu adalah konstruksi sama logistik. Di konstruksi, ada 55 perusahaan yang gulung tikar antara April sampai September 2024. Naik, bro, dari 51 kasus di periode yang sama tahun lalu. Di logistik, walaupun jumlahnya masih sama kayak tahun sebelumnya (19 kasus), tetap aja ini jadi masalah besar buat industri mereka.
Selain itu, industri restoran juga mulai keteteran. Lo bayangin aja, tahun lalu cuma ada dua restoran yang bangkrut gara-gara kekurangan tenaga kerja, tapi sekarang? Angkanya naik jadi sembilan kasus! Gila gak, tuh?
Masalah Klasik Usaha Kecil

Satu hal yang bikin miris, 80% dari kasus kebangkrutan ini datang dari usaha kecil yang jumlah karyawannya kurang dari 10 orang. Jadi lo bisa kebayang, usaha-usaha kecil ini bener-bener gak punya cukup orang buat handle kerjaan mereka sehari-hari. Situasinya makin gawat karena mereka gak punya resource yang cukup buat ngadepin kenaikan upah atau merekrut orang baru.
Masalah 2024: Truk-Truk Mulai Mogok Kerja?

Gak cuma itu, ada juga yang namanya “Masalah 2024” yang lagi ngehantam sektor logistik. Masalah ini muncul gara-gara aturan baru soal pembatasan jam lembur buat para pengemudi truk. Karena aturan ini, makin banyak perusahaan logistik yang kekurangan sopir, dan jadinya, supply chain Jepang pun keteteran. Dari survei yang sama, sekitar 70% perusahaan di sektor logistik bilang kalau mereka kekurangan tenaga kerja. Dan parahnya, ini 20% lebih tinggi dibanding rata-rata di industri lain. Jadi, lo bisa bayangin betapa ribetnya kondisi di sektor ini.
Pemerintah Ikutan Pusing

Di pidato kebijakan perdananya, Perdana Menteri Shigeru Ishiba sempat nyinggung masalah ini. Dia janji buat ningkatin upah biar ngalahin inflasi, sambil ngeboost produktivitas dan income pekerja. Harapannya sih biar roda ekonomi bisa muter lebih cepat dan masalah kekurangan tenaga kerja bisa pelan-pelan teratasi.
- “Perusahaan besar mungkin masih bisa survive karena mereka punya cadangan duit buat naikin upah. Tapi, buat usaha kecil-menengah? Ini bakal jadi tantangan besar. Mereka harus bener-bener pintar ngatur bisnis mereka dan bisa profit dari bisnis inti mereka kalau mau tetep jalan. Kalau gak, ya, bubar jalan, bro.” ucap Kaitaro Asahi, wakil direktur di Teikoku Databank
Jadi, Apa Solusinya?
Satu hal yang pasti, naikkin upah aja gak cukup. Usaha kecil-menengah butuh dukungan pemerintah yang lebih dari sekadar subsidi. Mereka butuh bimbingan buat ngebangun model bisnis yang bikin mereka profitable, biar bisa naikin upah karyawan sekaligus tetep untung. Dengan begitu, mereka bisa rekrut tenaga kerja yang cukup dan gak harus takut bangkrut gara-gara kekurangan orang.
Masalah kekurangan tenaga kerja di Jepang ini jelas belum selesai, dan kayaknya bakal terus berlanjut sampai beberapa tahun ke depan. Jadi, penting banget buat kita belajar dari kasus ini dan mulai mikirin solusi yang lebih sustainable buat ngehadapin krisis tenaga kerja di masa depan.