AniEvo ID – Berita kali ini gue ambil dari Erika Yoshida, penulis skenario yang dikenal lewat karyanya di franchise seperti Tower of God, TIGER & BUNNY, dan belakangan Bocchi the Rock!, jadi bahan perbincangan di sosial media setelah wawancara yang dia lakukan. Di situ, dia ngobrolin cara dia ngebesarin anak laki-lakinya yang udah umur empat tahun, dengan perspektif gender. Dalam wawancara itu, Yoshida bilang gini:
“Anak gue umur 4 tahun, dan walaupun gue ngebesarin dia dengan cara yang cukup ‘genderless’, dari umur 2 tahun dia udah tertarik sama Ultraman dan monster-monster. Dia bahkan ngomong kayak ‘cowok harus menepati janji’. Gue jawab, ‘Itu nggak ada hubungannya sama jadi cowok’. Tapi gue ngerasa ada banyak hal yang harus gue ajarin.”
Kata-kata Yoshida, terutama yang soal rasa “tidak nyaman” dia dengan ketertarikan anaknya ke karakter pahlawan dan pandangannya soal nilai kayak menepati janji, bikin heboh di sosial media. Beberapa orang ngira dia lagi maksa ideologi ke anaknya, sementara yang lain ngebela, bilang kalo maksud dia sebenernya pengen ngajarin pendidikan yang lebih setara.
Ada juga yang komen bilang kalo “mendidik secara genderless itu nggak harus ngebatasi pilihan anak”, karena anaknya cuma tertarik sama figur pahlawan, yang sebenernya hal biasa buat anak umur segitu. Ada yang komentar gini: “Kalo anaknya mau ngidolain pahlawan, ngehindarin itu malah bakal kayak maksa ‘maskulinitas’ yang dia kritik banget. Intinya tetap aja kontrol.”
Ada juga yang nyebut kalo kalimat “cowok harus menepati janji” itu nggak seharusnya jadi masalah: “Ini nggak soal ‘cowok’ atau ‘cewek’. Yang penting, lo manusia, ya tepati janji lo. Anak itu nggak ngomong sesuatu yang kontroversial.”
Di sisi lain, beberapa orang khawatir kalo pernyataan Yoshida bakal ngasih dampak negatif buat anaknya: “Kalo orang tua maksa ideologi kayak gini, anak-anak bisa ngerasa jauh dari temen-temennya dan lama-lama jadi ‘cowok lemah’ yang nggak bisa adaptasi sama masyarakat.”
Juga, ada yang bandingin situasi ini sama kasus-kasus di mana orang tua pengen ngasi ideologi ekstrim ke anaknya: “Ini udah kayak ‘penyalahgunaan ideologi’. Anak-anak bukan boneka orang tua. Kita harus biarin mereka jelajahin apa yang mereka suka tanpa label.”
Lucunya, beberapa komentar nyambungin kejadian ini dengan karya Yoshida di Bocchi The Rock!, dimana tokoh utamanya berjuang buat ngelewatin rintangan emosional dan sosial. Beberapa orang malah ngerespon dengan sarkastik, kayak: “Apa selanjutnya? Di season 2 Bocchi the Rock! janji-janji juga jadi konstruksi gender?”
Meski kontroversi ini nggak langsung berhubungan dengan karir profesional Yoshida, viralnya pernyataan ini bisa aja berpengaruh ke bagaimana publik ngeliat karyanya ke depan. Perdebatan tentang pendidikan gender dan cara mendidik anak masih jadi topik sensitif di masyarakat sekarang. Sampai sejauh mana orang tua punya hak buat ngebimbing atau ngebatasi pilihan anaknya sesuai dengan keyakinan mereka? Kasus ini jadi pertanyaan penting soal batasan antara mendidik dan ngontrol.
©はまじあき/芳文社・アニプレックス