AniEvo ID – Jepang sering dipandang sebagai negara dengan sistem pendidikan yang super ketat dan sukses, tapi di balik semua itu, ada sisi gelap yang jarang dibahas: bullying atau perundungan. Ya, meskipun banyak orang melihat pendidikan di Jepang sebagai contoh ideal, kenyataannya, bullying di sekolah menjadi masalah serius yang nggak bisa dianggap enteng. Bullying ini nggak hanya terjadi sekali-sekali, tapi bisa jadi sistemik dan sudah jadi bagian dari budaya di sekolah-sekolah Jepang. Kenapa bisa gitu? Yuk, kita bahas lebih lanjut!
Sistem Pendidikan yang Sangat Kompetitif

Sistem pendidikan di Jepang dikenal dengan ketatnya standar yang harus dipenuhi oleh setiap siswa. Dari mulai ujian yang sangat menentukan masa depan, hingga ekspektasi tinggi dari orang tua dan masyarakat, semua itu menciptakan suasana yang penuh dengan tekanan.
Dalam lingkungan yang super kompetitif ini, siapa yang nggak bisa mengikuti ritme dan standar yang ditetapkan sering kali jadi sasaran empuk untuk dibuli. Bullying di sini bisa berupa ejekan, isolasi sosial, hingga kekerasan fisik yang dilakukan oleh teman sekelas.
Budaya Ketundukan yang Kuat

Jepang punya budaya yang menekankan pentingnya rasa hormat dan kedisiplinan, dan meskipun itu terlihat positif, terkadang budaya ini malah membuat bullying jadi lebih sulit untuk dilawan. Di sekolah, ada ketidaksetaraan yang jelas antara siswa yang lebih populer atau yang lebih “berkuasa” dan yang lainnya.
Siswa yang dianggap lemah atau berbeda sering kali menjadi korban bullying, dan banyak kali guru atau staf sekolah malah menutup mata terhadap hal tersebut. Ini terjadi karena mereka lebih fokus pada menjaga kedisiplinan daripada menangani masalah sosial seperti bullying.
Bullying yang Tak Terlihat

Bullying di Jepang nggak selalu berupa kekerasan fisik, malah sering kali berbentuk perundungan emosional. Isolasi sosial, ejekan, dan menyebarkan rumor adalah bentuk bullying yang paling sering ditemui. Bahkan, ada istilah khusus dalam bahasa Jepang untuk bullying seperti ini, yaitu ijime.
Sering kali korban perundungan merasa tertekan secara emosional, dan kalau nggak ada dukungan, mereka bisa merasa terasing dan depresi. Karena nggak ada yang bisa melihat luka-luka emosional ini, korban sering kali merasa nggak ada jalan keluar.
Faktor Tekanan Sosial di Rumah dan Sekolah

Anak-anak di Jepang juga menghadapi ekspektasi tinggi dari keluarga mereka. Orang tua sering kali menuntut agar anak-anak mereka mendapatkan nilai yang bagus dan berprestasi di bidang apapun. Selain itu, ada tekanan untuk bergaul dengan kelompok tertentu agar bisa diterima dalam masyarakat.
Siswa yang merasa nggak bisa memenuhi ekspektasi ini sering kali merasa terasing, dan bullying jadi jalan bagi teman-temannya untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka. Tekanan ini nggak hanya datang dari sekolah, tapi juga dari lingkungan sosial yang sangat kompetitif di Jepang.
Dampak Psikologis yang Dalam

Dampak dari bullying ini bisa sangat besar, bahkan mengarah pada masalah kesehatan mental yang serius. Banyak korban bullying yang merasa terisolasi, depresi, dan bahkan cemas berlebihan. Beberapa dari mereka mungkin merasa bahwa bunuh diri adalah satu-satunya jalan keluar dari penderitaan yang mereka alami.
Masalah ini jadi lebih parah karena sering kali korban merasa nggak ada yang peduli atau mengerti apa yang mereka alami. Di Jepang, stigma terkait masalah kesehatan mental juga masih cukup tinggi, jadi banyak orang yang nggak merasa nyaman untuk mencari bantuan.
Upaya Pemerintah dan Sekolah untuk Mengatasi Bullying

Meskipun bullying jadi masalah besar, pemerintah Jepang mulai lebih serius dalam menangani masalah ini. Ada beberapa kebijakan yang dibuat untuk mencegah bullying di sekolah, seperti pelatihan untuk guru, pembuatan ruang konseling, dan peraturan yang melarang bullying secara langsung.
Namun, meskipun ada upaya dari pihak sekolah dan pemerintah, kenyataannya masalah bullying masih sangat luas dan sulit diatasi dalam waktu singkat. Butuh waktu dan perubahan budaya yang lebih mendalam untuk menciptakan lingkungan sekolah yang lebih aman dan mendukung bagi setiap siswa.
Kesimpulan: Saatnya Melihat Sisi Gelap Pendidikan Jepang
Pendidikan Jepang memang terkenal dengan prestasinya yang luar biasa, tapi kita nggak boleh menutup mata terhadap sisi gelapnya, yaitu bullying yang sudah menjadi bagian dari sistem itu sendiri. Tekanan sosial yang tinggi, budaya ketundukan yang mengakar, dan kurangnya dukungan emosional menjadi faktor utama kenapa bullying bisa berkembang pesat.
Untuk mengatasi masalah ini, kita butuh pendekatan yang lebih inklusif dan memahami bahwa kesehatan mental siswa juga sama pentingnya dengan prestasi akademis. Semoga ke depannya, sekolah-sekolah di Jepang bisa lebih peduli terhadap masalah ini dan menciptakan lingkungan yang lebih aman dan sehat bagi semua siswa.