Pada tanggal 30 Juni, seorang wanita berusia 21 tahun bernama Yukino Kimura ditangkap oleh polisi. Karena melakukan Kejahatannya? Tidak, Dia menjual video yang belum diedit di Twitter kepada pengguna yang mengiriminya pesan melalui platform tersebut. Meskipun Kimura bekerja sebagai karyawan perusahaan di Kyoto pada siang hari, dia memiliki akun Twitter dengan nama reinya3_, di mana dia menawarkan video dan foto konten dewasa yang dia rekam sendiri.
Video-video tersebut memiliki durasi antara satu hingga 15 menit dan menampilkan Kimura menggunakan dild* dan berbagai peralatan lainnya pada dirinya sendiri. Dia juga menjual foto-foto dengan harga berkisar antara ¥3.500 hingga ¥4.000. Meskipun kontennya tidak menunjukkan secara eksplisit, permintaan terhadap konten tanpa sensor tersebut tetap tinggi di Jepang.
Sebagai akibatnya, Kimura berhasil menghasilkan sekitar ¥1,7 juta (Rp180 juta) dari penjualan konten tersebut. Kasus ini menyorot permasalahan undang-undang yang melarang penyebaran konten dewasa tanpa sensor di Jepang, bahkan untuk individu amatir seperti Kimura yang bukan bagian dari industri produksi porno profesional yang memproduksi DVD dan rilis streaming.
Namun, tidak hanya Yukino Kimura yang ditangkap dalam operasi polisi tersebut. Terdapat empat wanita lain yang terlibat dalam kegiatan serupa dan juga ditangkap oleh polisi. Selain penangkapan, polisi juga menyita ponsel Yukino Kimura yang digunakan untuk merekam konten, pakaian yang digunakan dalam video, dan barang-barang terkait lainnya. Tindakan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya penegakan hukum untuk melindungi keamanan dan moralitas publik, serta menegaskan pentingnya mematuhi undang-undang yang berlaku dalam penyebaran konten dewasa di Jepang.
Kejadian ini menggarisbawahi pentingnya pemahaman dan kepatuhan terhadap undang-undang mengenai konten dewasa di berbagai platform media sosial, serta perhatian terhadap konsekuensi hukum yang mungkin timbul dari pelanggaran tersebut.
Kasus Yukino Kimura juga menggambarkan permintaan yang tinggi terhadap konten tanpa sensor di Jepang, serta potensi keuntungan finansial yang dapat diperoleh oleh individu melalui penjualan konten tersebut. Hal ini juga mengingatkan kita akan perlunya kesadaran dan kebijaksanaan dalam penggunaan dan distribusi konten dewasa di era digital saat ini.