AniEvo ID – Berita kali ini gue ambil dari buat lo Apa yang seharusnya menjadi momen meriah perayaan musik anime berubah menjadi tragedi internasional yang memicu kemarahan global. Maki Ōtsuki, penyanyi berusia 52 tahun yang legendaris sebagai pengisi suara ending pertama serial One Piece (“Memories” dan “Run! Run! Run!”), mengalami mimpi buruk saat tampil di Bandai Namco Festival 2025. Pada 28 November 2025, di tengah-tengah menyanyikan lagu ikoniknya, mikrofonnya tiba-tiba diputus, lampu panggung dipadamkan, dan ia didampingi petugas keamanan untuk segera meninggalkan panggung—meninggalkan ribuan penggemar terpana dan marah.
Video viral yang beredar di media sosial menangkap detik-detik dramatis tersebut: Ōtsuki, anggota grup CASSIS, sedang membawakan penampilan penuh semangat ketika segalanya tiba-tiba gelap. Dua petugas mendekatinya dan mengawalnya keluar tanpa penjelasan, sementara penonton berteriak kebingungan. Manajemen Ōtsuki mengonfirmasi bahwa penampilan hari keduanya pada 29 November juga dibatalkan, dengan pernyataan resmi menyatakan bahwa ia “dipaksa menghentikan penampilan karena keadaan tak terelakkan”. Festival itu sendiri, yang dijadwalkan hingga 30 November, akhirnya dibatalkan sepenuhnya oleh penyelenggara melalui pengumuman di WeChat, dengan alasan “memperhitungkan berbagai faktor secara komprehensif”. Laporan menyebutkan bahwa tindakan ini berasal dari perintah mendadak pemerintah China untuk melarang penampilan artis Jepang, meskipun izin sebelumnya telah disetujui—sebuah langkah yang disebut “sangat ilegal” dan membahayakan keselamatan seniman
Insiden ini bukan kejadian terisolasi, melainkan puncak dari “perang budaya” yang dipicu ketegangan diplomatik Jepang-China. Pemicunya adalah pernyataan kontroversial dari Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi, yang menyatakan bahwa serangan China terhadap Taiwan akan memicu respons militer Tokyo. China merespons dengan kemarahan, memperluas sanksi dari perdagangan ke ranah hiburan. Menurut Reuters, setidaknya selusin konser telah dibatalkan minggu ini, memengaruhi musisi seperti Yoshio Suzuki, KOKIA, dan KID FRESINO.
Promotor acara Christian Petersen-Clausen menceritakan bagaimana polisi tiba-tiba mendatangi venue di Beijing dan memerintahkan pembatalan instan untuk semua acara melibatkan artis Jepang, “tanpa ruang untuk diskusi”. Ōtsuki sendiri telah pulang dengan selamat ke Jepang, dan manajemennya menekankan bahwa staf lokal tetap kooperatif di luar pembatalan itu sendiri. Namun, meme yang beredar di media sosial—membandingkan pengusiran Ōtsuki dengan pemecatan mantan pemimpin China Hu Jintao mencerminkan nada satir dan kritik yang meluas terhadap otoritas lokal.
Kejadian ini menimbulkan pertanyaan mendalam: Apakah adil jika seniman dan penggemar menjadi korban konflik politik antar-pemerintah? Di tengah gelombang kritik di Twitter dan Weibo, banyak yang menyerukan agar hiburan tetap menjadi jembatan persahabatan, bukan alat perang. Bandai Namco Holdings, sebagai penyelenggara, belum memberikan pernyataan resmi lebih lanjut, sementara Kementerian Luar Negeri China menyarankan untuk berkonsultasi langsung dengan penyelenggara lokal. Insiden ini menggarisbawahi kerapuhan pertukaran budaya di era ketegangan geopolitik, meninggalkan luka bagi komunitas anime global yang mencintai warisan Ōtsuki.







